Sebentar 12 April kembali datang, penanda dalam hidup bahwa usiaku, kini tiga lima tahun. Baris di mana begitu banyak tanda berserakan yang belum sempat disketsa menjadi diagram atau lukisan. Pada tanda-tandalah kita membaca, yang sudah serta yang akan terjadi dalam hidup."Semua yang solid berasal dari kehampaan, semua yang tinggi berangkat dari permulaan, inilah hal ikhwal penciptaan. Bahwa pangkat, harta, atau gelar hanyalah penanda dari kehidupan yang tak rata"
Tanda
pertama adalah Tanya. Inilah tanda yang berserakan dalam ruang pikir dan hati.
Bahwa merencana,memulai, melaku, serta menikmat selalu berangkat pada tanya
untuk dicari ataupun dijawab. Kadang tidak ada jawaban mesti hidup terus berjalan.
Tanyalah alas dari pengetahuan, dan pengetahuan adalah peta untuk mengarungi
hidup.
“Apa
yang kau cari?”
Seperti
kereta yang berhenti di stasiun sebagai penanda datang dan pergi. Semua
kehidupan punya tujuan dan harapan. Tujuan untuk sampai dan harapan untuk
meraih. Tandalah yang menyatakan, kita sampai atau tidak pada tujuan. Ada yang
menanda tujuannya dengan posisi dan jabatan sebagai puncak perjalanan. Ada yang
menanda pencapaiannya dengan harta dan benda sebagai keberhasilan. Ada pula
yang mengabdikan hidupnya pada orang banyak, pengetahuan, keyakinan, serta
cinta.
Semua
yang solid berasal dari kehampaan, semua yang tinggi berangkat dari permulaan,
inilah hal ikhwal penciptaan. Bahwa pangkat,harta, atau gelar hanyalah penanda
dari kehidupan yang tak rata. Apapun itu,fungsi, manfaat, serta imanlah yang
menjadi akar untuk memuliakan manusia dalam ragam ekspresi dan eksistensi.
Siapapun
engkau, dimana apapun engkau, atau apapun engkau: tak ada yang perlu
dilebih-lebihkan karena hidup adalah kehendak dan pilihan sendiri-sendiri.
Kalau
kau jadi bandit,jadilah bandit besar karena itulah tanda bahwa kebenaran masih
diperlukan.Kalau kau jadi ustad, jadilah ustad yang baik karena itulah tanda
bahwa kemungkaran harus dilawan. Apapun tanda yang diberi atau terberi dengan
sadar atau tidak, keadaan menuntut totalitas untuk sebuah kemuliaan.
Tanda
kedua adalah Koma, ini adalah episode-episode yang tak terduga, penuh tepuk
tangan atau air mata.Terkadang seperti bawang, dari kulit satu ke kulit
lainnya. Dari satu pesta ke pesta lainnya. Dari satu cerita ke cerita lainnya.
Dari satu perang ke perang lainnya. Tak jarang kita mengulang halaman yang sama
atau terkurung dalam ritual rutinitas agenda harian, mingguan, bulanan yang
memuakkan atau membuntukan.
“Bulatkan
hatimu dan berdiri tegap dalam kenyataan!”
Koma,
penanda hidup yang tak pernah bulat apalagi sempurna. Manusia (makro) dan diri
(mikro) tak ubahnya bumi dan wajahnya. Manusia memiliki kehendak dan pikiran
bebas untuk menyusun rencana apa saja atas kehidupan.
Bahwa
perjalanan ini dipandu oleh kepala, idealisme dan harapan-harapan yang bulat.
Tetapi berjalan haruslah dengan kaki, realisme, dan kenyataan. Kita bisa
memilih buku apa saja untuk dibaca tetapi tak bisa membaca semua dalam waktu
yang sama. Tak perlu mempertentangkan antara kepala dan kaki atau idealisme dan
realisme.
Bulat
selalu saja ada dalam kepala dan suara namun komalah atau (disable society)
yang menjadi realitas. Epik klasik menceritakan bukan hanya kebencian atau
kebaikan sebagai alasan manusia berkawan atau bermusuhan. Tetapi gravitasi alam
yang menentukan sikap dan arti keradaan. Alasan apa kita harus berbeda bahkan
saling berperang padahal harapan dan idealisme yang kita perjuangkan sama.
Bahkan tak jarang di antara kita dilahirkan dari rahim atau makan dari piring
yang sama.
Masih
banyak tanda yang belum terurai, ada tanda tangan, ada tanda zaman, ada
tanda-tanda kemenangan ataupun kekalahan. Sebagai tanda tiga lima: stasiun
terdekat sudah tiba!
Kebonnanas
12 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar