Prioritas Edisi
V Tahun 1 | 13 - 19 Februari 2012
Gerakan
kemerdekaan pasca Perang Dunia II ditandai gejolak angkatan muda yang
mengobarkan perubahan tata dunia baru. Ben Anderson mengabadikan catatannya
tentang indonesia sebagai Revolusi Pemuda. Sayang, peran historis ini
tereliminasi saat memasuki fase pembangunan sosial – ekonomi.
Mayoritas
kaum muda tak terserap dalam agenda pembangunan. Partisipasinya dicadangkan
oleh pelaku- pelaku lain yang seringkali memperagakan ritme dan semangat
permainan berbeda.
Kondisi
itu lahir dari reproduksi sistem pendidikan yang tak selaras dengan pembangunan
ekonomi. Kebijakan wajib belajar tak seirama dengan kebijakan ekonomi padat
modal yang terkonsentrasi di beberapa daerah saja. Alhasil, mayoritas pemuda
minim kecakapan memasuki industri padat modal. Ini pula yang terjadi sepanjang
jalan raya Deandles yang mayoritas pemudanya menganggur, jadi kuli angkut,
buruh migran, bahkan jadi korban traficking.
Pemuda
Vietnam punya sejarah serupa, namun melahirkan peradaban berbeda. Pasca perang,
Vietnam merestorasi sejarahnya melalui renovasi The Ho Chi Minh Trail: jalur
gerilya penghubung Vietnam Utara dan Selatan.
Pemuda
Vietnam menjadi tulang punggung dalam mengejar etape pembangunan yang
tertinggal oleh negara lain. Peran pentingnya sebagai relawan telah menyulap
jalur setapak Ho Chi Minh menjadi jalan raya perajut sinergi perekonomian desa
dan kota.
Beragam
resolusi kepemudaan juga dikampanyekan, seperti “Youth is the vanguard of
studying society,” “Youth is good at business doing, positively in eliminating
hunger and reduce poverty,” atau “voluntary for the community’s life.” Dalam
beberapa jambore internasional kepemudaan, bahkan peserta dari berbagai negara
diajak berpartisipasi membangun jalan raya Ho Chi Minh kebanggaan mereka.
Kontribusi
dan kerelawanan pemuda itu dibayar dengan program beasiswa skala besar, bantuan
dana usaha, dan pembukaan lapangan kerja yang luas di sektor industri dasar.
Gairah
Perubahan
Berbeda
dengan Vietnam, Indonesia masih bergantung pada warisan kolonial. Kondisi
berbangsa dan bernegarapun tidak mengalami kemajuan, tapi justru kemerosotan.
Lautan pengangguran, antrian kuli ke luar negeri, miskinnya prestasi dan karya
baru, kekerasan dan konflik adalah gambaran keseharian.
Di
era kolonial Belanda, kaum muda terdidik dimobilisasi menjadi tenaga
administratif. Di era fasis Jepang, kaum muda dikerahkan menjadi tentara PETA.
Di era kemerdekaan, kaum muda terdidik didorong untuk menopang industri
substitusi impor (ISI) yang gagal, dan saat reformasi kaum muda justru menumpuk
dalam struktur piramida pengangguran.
Ironis
jika dibandingkan sejarah pemuda dalam mendobrak kebuntuan. Sejarah sendiri
meninggalkan memo tentang langkah yang progresif, bukan langkah konvensional
apalagi mundur. Karakter pemuda ditakdirkan mewakili sifat sejarah itu, karakter
yang bersifat menjebol dan membangun, seperti tersurat dalam ungkapan Bung
Karno, ”Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia.”
Bung
Karno mensyaratkan kekuatan pemuda untuk dihimpun dalam organisasi yang sesuai
karakter bangsa demi tumbuh kembangnya solidaritas nasional dan budaya gotong
royong. Organisasi itu juga harus berwatak demokratis untuk menggelorakan
partisipasi dan emansipasi. Juga organisasi yang bergerak dari penjuru negeri
untuk membangun jalan, rel, dan wadukwaduk sebagai mahakarya Indonesia merdeka.
Karakter
progresif kaum muda itu jugalah yang memaksa Ben Anderson memberikan
pengakuannya. Dalam buku Revolusi Pemoeda (1988: 15) Ben menyatakan, “Akhirnya,
saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya
memang ditentukan oleh ’kesadaran pemuda’ ini.”
Oleh
karena itu, Indonesia merdeka adalah Indonesia yang mampu memberi
seluas-luasnya ruang partisipasi kaum muda dalam pembangunan. Indonesia hanya
merdeka jika mampu menjadikan ’gerombolan pemuda’ sebagai ’barisan pemuda’ yang
melebur dalam gairah republikanisme baru yang mendobrak tembok kebuntuan
menjadi terobosan menuju sejarah masa depan yang lebih baik.
•Willy
Aditya | Direktur Eksekutif POPULIS INSTITUTE| Ketua Umum Liga Mahasiswa NasDem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar