Kamis, 29 September 2011

Kebajikan (Virtue) Militer dalam Filsafat Barat


Willy Aditya

Hampir semua pendekatan etik mempunyai sesuatu yang disebut tentang apa itu jumlah ciri sebagai kebajikan dan tentang karakter kebajikan sebagai kesatuan. Kesenjangan adalah sebuah tipikal yang dibuat antara intelektual dan moral/etik kebajikan, tetapi disana yang terpenting adalah perbedaan juga antara nilai-nilai tradisional dari teori moral yang menonjol dan menjadi fokus dalam kebajikan - yang dapat digolongkan secara bersama di bawah judul ‘etika kebijakan’ - dan pendekatan ke etika yang membuat ruang untuk menghitung kebijakan hanya dalam sisi yang panjang, dan menjadi jalan suplemen, formula bisnis utama prinsip-prinsip utama atau aturan-aturan moral. Belakangan kebajikan-kebajikan dan kebaikan efektif dianalogikan secara internal dalam sebuah set prinsip-prinsip moral - mereka menghitung untuk penempatan untuk mematuhi atau mengikuti apa yang aturan tentukan/tulis (seperti, secara utama, dengan Kantianisme) atau yanglain (seperti dengan secara langsung utilitarianisme) untuk ditempatkan pada yang hidup selanjutnya yang mempunyai tujuan yang sama sebagai prinsip-prinsip dalam tindakan yang tepat.

Dengan kontras, bentuk-bentuk yang variatif dari kebajikan etik memainkan peran turunan yang sangat penting atau bahkan menolak keberadaan secara umum aturan atau prinsip-prinsip moral yang sah, dan mengklain moralitas adalah sangat mendasar untuk dimengerti dalam terminologi sifat inti, kebajikan, yang tidak dapat dikontankan dalam term aturan atau tujuan. Kebajikan etik Aristotelian menganggap persoalan benar dan salah sebagai sesuatu yang tidak dapat diringkas dalam aturan-aturan, dan dideskripsikan dalam individu yang saeh sebagai seseorang yang merasa dan wajar aksi tidak bertujuan di atas persyaratan situasi moral yang unik. Filosof seperti Elizabeth Anscombe, Philippa Foot, Rosalind Hurthouse, John McDowell, Martha Nussbaum, Amélie Rorty, Michael Stocker, dan Michael Slote mempunyai pandangan untuk membangun versi-versi atau aspek-aspek Aristotelianisme yang sensitif untuk situasi kini dalam teori etika. Bentuk lain dari kebajikan etika -mempertahankan argumen ini, sebagai contoh Plato dan James Martineau (etik Inggris abad 19)- berpikir agen kebajikan tidak merasa sebagai hak independen atau kebangsawanan yang harus melakukan, tetapi mempunyai independensi motif yang mengagumkan atau inti negara lainnya yang sangat diekspresikan dalam aksinya untuk membuat aksinya benar atau mengagumkan.


Untuk Plato, kebajikan adalah inti dari negara, adalah harmonis, sehat, kecantikan atau kekuatan jiwa untuk membuat interaksi bagian-bagian atau aspek-aspek, dan benar atau hanya bertindak adalah tindakan yang menopang atau mempertinggi inti kebajikan. Seperti pandangan ancaman moralitas tindakan sebagai turunan dari moralits atau etika seperti dalam pandangan Martineau yang ‘mendasarkan-agen’, menurut intusi hierarki yang bermotif moral (takzim, diikuti dengan keahruan, menjadi di ar\tas) dan kebenaran aksi tergantung dengan kemungkinan motif konflik yang menentukan satu aksi.

Mengkaji kebajikan secara khusus, yang mempunyai berbagai variasi selama berabad-abad dalam jumlah cara yang penting. Kebajikan purba mengingatkan pada empat etika kebajikan Kardinal: kesederhanaan, keadilan, keberanian dan kebijakan (praktis), tetapi di dalam Abad Pertengahan filosof Kristen memasukkan tiga kebajikan teologis: kepercayaan, harapan, dan derma atau cinta, untuk menjadi daftar utama kebajikan. Dalam etika Sokrates, Plato dan Aristoteles, tesis ‘kesatuan kebijakan’ muncul sebagai doktrin yang sangat pentig, ide yang ‘menjadi’ (sangat kasar) yang setiap kebajikan mensyaratkan sesuatu yang sensitif untuk potensialnya inkonsistensi klaim turunan dari kebajikan yang lain, jadi akhirnya satu tidak dapat hanya memiliki satu kebajikantnpa memiliki kebajikan yang lain secara utuh. Bagaimanapun doktrin ini tidak hanya diterima secara luas oleh yang diperlakukan kebajikan dalam periode modern. Apakah itu dapat diterima dan kembali mundur ke jaman kino adalah ide kebajikan sevagai disposisi, lebih baik dibanding keterampilan atau kapasitas.

Seseorang yang mampu mengontrol nafsunya tetapi di dalam fakta tidak, tidak dapat dianggap mempunyai kebajikan kesederhanaan atau tidak berlebih-lebihan. Tetapi disana ada, lebih dari berabad, ketidaksetujuan yang kuat tentang apakah itu lebih saleh/bijak dan membanggakan untuk mengatasi godaan yang kuat atau untuk kekurangan seperti godaan semuanya. Kajian kebajikan disana mempunyai banyak ketidaksetujuan lebih pada apakah kehati-hatian kesetiaan untuk tugas adalah lebih paa moralitas untuk motivasi ‘alami’ seperti gairah atau cinta yang sebagi basis untuk tindakan (Kant memberi preferensi untuk motif kehati-hatian dan bahkan berkata bahwa motif yang lain tidak mempunyai nilai moral, tetapi tahun-tahun sekarang ini seluruh kumpulan filosof, termasuk di dalamnya Philippa Foot, Michael Stocker, Lawrence Blum, dan Bernard Williams, mempunyai pandangan berlawan dengan hal ini).

Hal-hal tersebut di atas oleh karenanya akan memasok persediaan kebajikan militer dan vice versa, dapat disimpulkan sebagai:
a. Kebajikan militer adalah kualitas dari tentara siaga saja, tetapi mereka sangat mengharuskan itu. Di dalam krisis nasional dan perang, tempat itu adalah pemasok secara alami kualitas yang dibangun oleh mereka sendiri dengan sangat cepat.
b. Tentara berhadapan dengan tentara, dapat lebih disalurkan dengan itu, daripada tentara berhadapan dengan pemberontakan nasional, untuk kasus ini, tentara akan lebih berserak, dan pembagian meninggalkan lebih banyak untuk mereka. Tetapi dimana tentara dapat menjaga memelihara penyatuan, jenderal yang jenius akan mengambil tempat yag lebih besar dan memasok apa yang diinginkan dalam semangat tentara. Oleh karena itu kebajikan militer menjadi lebih penting lebih menjadi medan perang dan keadaan yang lain membuat perang lebih sulit, dan menyebabkan kekuatan menjadi berserakan.

Dari kebenaran tersebut hanya satu pelajaran yang dapat diderivasi, bahwa jika tentara tidak sempurna dalam kualitas ini (kebajikan), setiap percobaan harus menjadi lebih sederhana untuk operasi perang sebanyak mungkin, atau mengenalkan efisiensi berlipat dalam organisasi tentara di beberapa kepatuhan yang lain dan tidak berharapan dari tentara yang siaga belaka, apa yang benar-benar dapat diberikan.

Kebajikan militer dalam tentara oleh karena itu adalah satu hal yang sangat penting dalam kekuatan moral di perang, dan dimana itu adalah sesuatu yang diinginkan, dimana disitu terlihat sebagai salah satu tempat pemasok oleh satu pada yang lain, seperti superioritas yang agung dari jenderal atau antusiasme yang sangat populer, atau tentara menemukan hasil yang tidak setaraf dengan pengerahan tenaga yang dibuat. Berapa besar keagungan, semangat, keluhuran tentara, menyuling biji besi menjadi semir logam, semua pernah terjadi, dalam sejarah dapat dilihat Macedonia di bawah Alexander, legiun Roma di bawah Cesar, infanteri Spanyol di bawah Alexander Farnese, tentara Swedia di bawah Gustavus Adolphus dan Charles XII, tentara Jerman di bawah Frederick Agung, dan Perancis di bawah Bonaparte. Kita harus dengan sengaja menutup mata kita terhadap semua bukti sejarah, jika kita tidak mengakui, bahwa kesuksesan jenderal-jenderal ini mengherankan, dan mereka luar biasa di dalam situasi yang sangat sulit, yang hanya mungkin dengan tentara yang memiliki kebajikannya.

Semangat ini dapat hanya digeneralisasi dari dua sumber, dan hanya oleh dua gabungan: pertama adalah kesuksesan perang dan kemenangan yang akbar, yang lain adalah aktifitas tentara meraih sebuah puncak tertinggi. Hanya oleh ini, tentara belajar untuk mengenal kekuatannya. Banyak jenderal mempunyai kebiasaan menuntut dari pasukannya, yang selalu mengenai dirinya, yang tuntutannya akan dijawab. Tentara sangat bangat untuk bekerja keras, seperti dia mengatasi bahaya. Oleh karena itu hanya di tanah yang subur aktifitas tanpa henti dan pengerahan tenaga dalam perang akan maju dengan pesar, tetapi juga akan menerbitkan kemenangan. Kejadian itu akan menjadi ‘pohon yang kuat’, itu akan dapat tegak melawan badai dahsyat ketidakberuntungan dan kekalahan, dan bahkan melawan kemalasan dalamkondisi damai pada akhirnya. Hal seperti itu hanya dapat dikreasi dalam perang dan di bawah jenderal yang besar, tetapi tidak disangsikan jika mungkin akhir dari yang paling akhir untuk beberapa generalisasi, bahkan di bawah jenderal yang cukupan, dan melewati periode yang sangat damai.

Penulis Alumni Program Master and Defence Studies ITB – Cranfield University UK

Tidak ada komentar: