Senin, 22 April 2013

35 untuk Kawan Ketua!

by Rifqi Hasibuan


Apa kabar kawan? Di moment sejarahmuini, aku ingin menyebut kembali sapaan itu. Sapaan istimewa kurasa, karenamerupakan sapaan tertua sejak aku mengenalmu. Kurang lebih 13 tahun lalu, kitabertukar salam dengan sapaan itu.

Memang, 13 tahun bukan waktusingkat. Kala itu, aku masih mengenalmu sebagai mahasiswa yang jarang kuliah. Rambutgondrong, yang maaf kalau kubilang tak rapi. Setiap singgah ke sekretariat, takhenti kau tebar terror: “Kalian ngapain nongkrong di sini? Pergilah, temuiorang-orang, ajak mereka diskusi! Perubahan nggak bisa kita lakukan sendiri!”

Diskusi, konsolidasi, aksi adalahmakanan pokok kala itu. Selebihnya, cuma kudapan pembasah tenggorokan. Ya, akumengenalmu dalam suasana transisi yang tengah merayapi negeri. Kala itu,gelombang reformasi telah menepi, tapi banyak persoalan bangsa tak teratasi. Kitatak puas dengan kosmetik yang memoles kulit, tanpa mengasah jiwa.

Dan entah roh apa yang merasukimukala itu, hingga kau tak pernah henti meneriakkannya. Entah roh apa pula yangmerasukiku dan kawan-kawan kala itu, karena kami pun seolah lupa daratan saatmerapalkan mantra-mantra itu. Kalau kuingat-ingat, tampaknya mantra-mantramuyang berdengung paling nyaring.

“Perubahan adalah keniscayaan, dansejarah memilih orang-orang yang sadar untuk menjalankannya,” itu selalu kauingatkan setiap hari. Jujur, kadang ada rasa jengah saat terrormu menginterupsikami yang asik bergitar, atau sekedar rebah baca-baca koran. Tak jarang aku punmengelak, kalau mood lagi pasif.

Tak sedikit pendapatmu kami debat,tapi tetap saja, tak banyak yang kami tolak. Olah raga saraf dan otak yang satuini memang menjadi kurikulum favorit kala itu. “Bedakan antara nggak mampu dannggak mungkin, bung! Pecuma belajar filsafat, pendapatmu kelewat subyektif,”katamu. Dengan sedikit berat, kaki pun beranjak meninggalkan serakan koran diatas karpet hijau lusuh, atau sofa rotan tua di depan rumah Jetis. Tapi hati punmembatin, memang ketidakmampuan masih bisa dipelajari, tapi kadang kitaterlanjur memvonisnya sebagai ketidakmungkinan.

Itulah sekelumit catatan awalmengenalmu. Tentu, butuh sangat banyak byte-byte ketikan untuk mengulas pengalaman-pengalamanberharga itu. Dan jujur, terlepas betapa berantakan file-file itu, tak pernah akumenyimpannya dalam folder penyesalan. Justru aku bersyukur, catatan masa itumenjadi bagian penting pengayaan hidupku. Kurasa, banyak kawan merasakan hal serupa.

Sekarang, sudah pasti semua berbeda.Usiamu hari ini lebih dari satu setengah kali lipat usiamu kala itu. Tentu,nggak banyak lagi waktu luang untuk meladeni ajakan diskusi atau perdebatanyang penting mau pun tak penting. Dari terminologi sampai kerangka aksi, daripersoalan metode sampai keberpihakan, dan berbagai topik lainnya.
Bukan hanya atmosfer sejarah yangberubah, tapi juga individu-individu yang menyelam di dalamnya. Sekarang, tentukau pun harus meladeni ajakan diskusi Alif atau Dara, yang mungkin mulai sibukdengan segala keingintahuannya. Belum termasuk tugas harianmu yang entah bagaimanaaku gambarkan. Dan kau pun masih harus membagi konsentrasi ke rumah Populisyang hampir setahun ini tak kulihat kaca depannya.

Tentu, konstelasi zaman telahberubah, dan perilaku kita dituntut untuk mengikutinya. Tapi, kulihat ada yangtak hilang sejak 13 tahun lalu. Kau masih memelihara semangat, keberaniansikap, analisis dan intuisi-intuisi yang tak jarang telat kusadari dankupahami. Saat ini pun, kadang aku seperti melihatmu 13 tahun lalu, saat kau mondar-mandirsambil teriak-teriak sementara yang lain mulai rontok dan keteteran.

Singkat kata, aku sadar selama inikau kukenal lebih dari seorang kawan. Karena secara langsung atau tidak, kau jugamenyampaikan banyak materi pelajaran, pengalaman, pengarahan. Tapi, aku tetapingin mengingatmu sebagai kawan, dan aku pun akan tetap berusaha menjadi kawanyang baik.

Maaf, aku tak minta ijin untukmembuka file-file lama ini. Tak ada maksud apa pun, kecuali sekedar mengingat.Ini semua kesan subyektifku, karena tak banyak juga kesempatan menyampaikannya.Tak ada maksud memberi pesan, karena aku yakin kau tahu pesan-pesan yang perlukau rumuskan.

Satu-satunya pesan yang ingin kusampaikan,hanya harapan bahwa usiamu yang ke-35 ini akan semakin mengokohkan semangat dancita-cita yang kau tanam. Seperti pernah kaubilang, “Kita bukan anak artis,bukan keturunan pejabat, bukan pula ahli waris konglomerat, tapi kita punyasemangat dan cita-cita. Dan kita akan pertanggungjawabkan cita-cita itu dengantangan kita.”

Selamat Ulang Tahun ke-35, Kawan
Ketua!

Jabaterat dari Nanchang

Tidak ada komentar: