Kamis, 29 September 2011

War of Position on Asia Pacific Region (I)

Willy Aditya

Pasca perang dingin, negara-negara Euro-Atlantik mengalami transformasi dalam postur pertahanannya. Transformasi kemiliteran ditandai dengan penyusutan jumlah pasukan dan mempromosikan peace dividend sebagai jalan keluar dari konflik dan ketegangan antar negara. Transformasi kemiliteran berimplikasi terhadap fungsi wajib militer di Euro-Atlantik yang bertujuan membawa misi perdamaian di daerah pasca konflik menjadi wacana dominan. Modernisasi konflik-pun (tidak hanya konflik bersenjata) menuntut militer dilengkapi dengan keterampilan yang lebih civilian seperti negosiasi, layanan kesehatan, dan lain sebagainya.

Bila dilacak secara kritis transformasi kemiliteran dengan modernisasi konflik menyisakan persoalan yang kontradiktif. Negara-negara Euro-Atlantik memang mengurangi jumlah militernya namun di kawasan lain mereka melakukan migrasi pasukan dalam jumlah dan kapasitas besar. Contoh paling menyolok adalah Amerika Serikat yang menempatkan militernya dalam jumlah besar di kawasan Asia Pasific.

Secara geopolitik kawasan Asia Pasific mengalami war of position di antara negara-negara besar yang saling berebut pengaruh. Migrasi gelar pasukan ini mengikuti bangunan modernisasi konflik yang memutasi arena konflik ke daerah periferal. Disinilah kontradiksi interminis dari modernitas terhadap fungsi kemiliteran negara-negara maju mendapat sorotan.


Lalu dimana urgensi posisi Indonesia di Asia Pasifik bila dipotret dari sudut pandang pertahanan nasional, apalagi bidang pertahanan nasional sekarang ini sedang gencar-gencarnya menjalankan transformasi ke arah "demokratik". Transformasi pertahanan nasional secara makro dapat dipandang sebagai suatu program militer di bawah rezim
otoritarian ke aras demokrasi dengan pilar otoritas politik sebagai komando dan proses ini bukan berarti posisi pertahanan nasional kemudian dilemahkan sejalan dengan proses liberalisasi.

Realitas geopolitik negara-negara di Asia Pasific yang menempatkan angkatan Perang secara besar di Asia menjadi perhatian mutlak. Sebut saja Amerika Serikat, China, Rusia, India, Pakistan dan Korea adalah kekuatan perang besar yang beroperasi di kawasan Asia Pasific. Jika merujuk Jepang dalam kebijakan untuk aktifasi kembali angkatan perangnya merupakan respon terhadap war of position di kawasan ini. Indonesia sebagai kawasan yang rawan sebagai permutasian arena konflik dan perperang di antara kekuatan negara-negara besar tentunya tidak hanya akan terkesima dengan realitas di atas. Dinilah kebijakan Strategic Defence Review dan kajian geopolitik di Asia Pasific menjadi urgen untuk tidak lagi fokus terhadap ancaman konflik internal tetapi lebih strategis untuk memandang ancaman dari luar.

Bersambung...

Tidak ada komentar: