“Anak pak Datuk sudah bisa baca, padahal umurnya tak jauh beda sama si Alif. Saya cemas nanti si Alif tidak bisa masuk Sekolah Dasar karena belum bisa membaca padahal umurnya bulan ini sudah 5 tahun!”
Hampir
setiap malam, menjelang tidur, aku dan emak si Alif bertukar pikiran tentang
buah hati yang sekarang sudah duduk di Taman Kanak-kanak kelas A. Kecemasan
itulah yang selalu disampaikan padaku, bahwa si Alif belum bisa membaca, selain
itu mengajinya juga masih se-enak perut sendiri.
Setiap
emak si Alif bertutur tentang kecemasannya, sebagai bapak, aku berpandangan
membaca aksara A-Z atau angka 1-9 itu persoalan teknis dan pada waktunya nanti
dia akan menguasainya.
Aku
mengajak emak si Alif tetap puguh pada pola yang selama ini kami ajarkan pada
anak-anak. Baik, si Alif yang sudah sekolah maupun adiknya si Dara yang masih
kecil. Hampir setiap ada waktu, secara khusus saat akan tidur siang dan malam,
silih berganti aku atau emaknya membacakan berbagai macam buku cerita bergambar
kepada mereka.
Aku
senang alang-kepalang, ketika si Alif mampu menceritakan kembali buku yang
dibacakan kepadanya dengan lagak ekspresif serta nada intonatif. Bagaimana dia
bertutur tentang figur Franklin si Kura-kura yang berbagi mainan bersama Beaver
dan Bear. Pernah pula si Alif berkata pada adiknya, “sini Dara, abang bacain,
buku Gajah dan Semut!”
Aku
dan emaknya sakit perut menahan tawa ketika si Alif berkata “sini mama, papa,
Alif yang bacain.” Bahkan si kecil Dara yang sering kali mengambil buku cerita
Gajah kesukaannya untuk menyuruh aku dan emaknya membacakan ulang.
“Istriku,
lihatlah tanpa mengerti aksara A-Z, anak-anak kita sudah bisa bercerita tentang
isi buku dan pesan yang ada dalam buku tersebut!”
Anakku,
sebentar lagi umurmu akan memasuki tahun kelima, dimana kau akan meninggalkan
masa Balita. Sebagai orang tua, kami berikhtiar tetap mengutamakan pengajaran
nilai dan adab luhur dari nenek moyang kita.
Seperti
kata Opungmu, bahwa perintah pertama Tuhan pada Muhammad, bukanlah perkara
mendirikan sholat 5 waktu atau berpuasa di bulan Ramadhan. Tetapi BACALAH,
BACALAH, BACALAH dengan nama Tuhanmu!
Anakku,
kau harus pahami bagaimana Muhammad yang seorang Rasul panutan kita dan umat di
seantaro bumi ini adalah seorang yang buta aksara. Tetapi dia dipaksa oleh
Tuhan untuk membaca, membaca, dan membaca. Ini ada;ah penegasan bahwa perkara
keyakinan sekalipun, Tuhan mewajibkan umat-Nya untuk membaca kehidupan baik
yang tampak maupun yang tak tampak.
Membaca,
bukan perkara aksara atau angka yang berjejer menjadi kata, kalimat, atau
bilangan yang tertulis, anakku! Membaca adalah perkara bagaimana kau memahami
siapa dirimu, siapa Tuhanmu, cara apa kau dibesarkan, bagaimana kau bergaul
dengan manusia dan alam sekitarmu.
Wahai
anakku, putih mata dapat dilihat tapi putih hati harus dirasakan. Bahkan
leluhurmu mengajarkan dalam petitih adat “alun takilek, alah takalam!” Ini
adalah pegangan kita membaca manusia dan alam ini. Jangan kau menjadi orang
yang taqlid karena kau dicecar dengan deretan aksara dan angka yang menyesakkan
ruang bacamu, anakku. Tetapi lihatlah air muka orang dan gerik lakunya ketika
kau bertandang padanya, apakah ada api kemarahan, angin kesombongan, tanah
keramahan, atau air keakraban!
Membaca
bukan sekedar perkara syarat kau diterima di bangku Sekolah Dasar. Membaca juga
tak sebatas mengeja aksara dan membilang angka tetapi lebih dalam perkara cita
dan rasa. Membaca adalah perintah Tuhan, anakku!
Kebonnanas,
24 Oktober 2012
*Kado
ulang tahun buatmu Alif Camilo Adiwijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar